JAVANETWORK.CO.ID.SUMENEP – Di tengah kesibukannya sebagai karyawan di sebuah toko otomotif, Abdi Karso Taruno, pemuda asal Desa Kasengan, Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep, menemukan cara untuk mengubah hidupnya. Dengan memanfaatkan lahan kosong di sekitar rumahnya.
Ia menciptakan sebuah inovasi agribisnis yang kini dikenal sebagai Green House Sayur Emas Desa Kasengan. Usaha ini membuktikan bahwa keberanian memulai dari nol dapat menghasilkan kesuksesan luar biasa.
“Awalnya, saya hanya coba-coba setelah belajar dari teman yang lebih dulu menekuni budidaya hidroponik. Ternyata, prosesnya cukup sederhana. Alat dan bahan mudah didapat, banyak tersedia secara online dengan harga terjangkau. Jadi, saya memberanikan diri membangun green house di lahan kosong depan rumah,” kata Abdi kepada media ini, Rabu (15/01/2025).
Abdi menuturkan bahwa kunci utama sukses budidaya selada hidroponik adalah memilih benih berkualitas unggul. Meski harga benihnya relatif mahal, hasil yang didapat sangat memuaskan.
Bahkan, setelah panen pertama, ia mampu memproduksi bibit sendiri dari selada pilihan, sehingga menekan biaya produksi di masa berikutnya.
Menurut Abdi, proses penyemaian benih selada memerlukan waktu sekitar 25 hari, sementara panen dapat dilakukan dalam 20 hari berikutnya. Dengan siklus total 45 hari, Abdi mampu menghasilkan selada segar berkualitas tinggi secara berkelanjutan.
Perawatannya pun tidak rumit, cukup memastikan nutrisi tercukupi dan sirkulasi air berjalan lancar.
“Karena saya masih bekerja, pengelolaan ini harus praktis. Cukup memastikan akar tanaman menyentuh air dan menambahkan vitamin air untuk menunjang pertumbuhan. Sisanya, tanaman tumbuh dengan sendirinya,” jelasnya.
Potensi Keuntungan yang Menggiurkan
Dengan luas green house 20×30 meter persegi, Abdi berhasil memproduksi ratusan pot selada setiap hari. Selada tersebut dijual dengan harga Rp 7.000 per pot, yang berarti potensi pendapatan hariannya mencapai Rp 1 juta.
Pasarnya meliputi pasar tradisional, modern, hingga pembeli langsung yang datang ke lokasi.
“Selada hidroponik lebih tahan lama dibandingkan selada konvensional. Jadi, tidak perlu khawatir cepat rusak setelah dipanen. Untuk menjaga kesegarannya, cukup simpan di kulkas atau letakkan di wadah berisi air,” ungkapnya.
Kisah Abdi Karso adalah contoh nyata bagaimana inovasi dan kerja keras dapat membuka peluang di bidang agribisnis. Dengan memanfaatkan teknologi hidroponik, ia tidak hanya sukses secara finansial, tetapi juga memberikan inspirasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda, untuk memberdayakan sumber daya di sekitar mereka.
“Lahan kecil di desa bisa menjadi sumber penghasilan besar jika kita mau berinovasi. Hidroponik bukan sekadar cara menanam, tapi juga peluang untuk menciptakan masa depan yang lebih baik,” tutup Abdi dengan penuh semangat.
Di tengah geliat sektor pertanian modern, langkah Abdi Karso menjadi bukti bahwa masa depan agribisnis Indonesia ada di tangan mereka yang berani berinovasi dan memulai.
Selada hidroponiknya, yang segar dan renyah, kini bukan hanya jadi sayur, tapi juga simbol keberhasilan anak muda desa. (REDJAVA****)