JAVANETWORK.CO.ID.SUMENEP – Aktivis Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM) kembali gelar audensi terkait penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Dinas sosial Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (Dinsos P3A) dan Kepala Desa Padangdangan Kecamatan Pasongsongan.
Pasalnya, penyalahgunaan tersebut disebabkan adanya surat penolakan Bansos BLT DBHCHT dari Kades Padangdangan yang dilayangkan dan disetujui oleh Kadinsos beserta jajaran dibawahnya.
“Padahal, surat tersebut tidak ada regulasi dan aturan perundang-undangan yang mengatur itu, “kata Mohammad Nor disela-sela diskusinya di hadapan Kadinsos, Kabid Linjamsos dan Kabid Resos di ruangan Rapat OPD setempat, Rabu 4 April 2024.
Kepala desa yang menolak masyarakatnya untuk diberi bantuan adalah sebuah kejahatan dan Dinsos sebagai penerima surat juga sedang sama-sama melakukan kejahatan. Karena Dinsos sudah mengamini surat penolakan yang jelas-jelas tidak ada dalam regulasi dan Aturan yang ada.
“Apalagi, semua ini dilakukan oleh 2 (dua) instansi yakni Dinas Pertanian dan Dinas Ketenagakerjaan sebagai leading sektor pengajuan penerima bantuan sudah sesuai mekanisme panjang dan tentunya sesuai dengan laporan dibawah bahwa orang tersebut betul-betul Buruh tani tembakau dan buruh pabrik rokok, “jelasnya.
Namun, diluar itu, faktanya, dinas bersama kepala desa membuat aturan tersendiri yang melanggar aturan dan menyalahgunakan wewenang sebagai pelaksana yang bertugas dalam proses verifikasi menjadi Lembaga yang mengatur proses perekrutan penerima bantuan.
“Oleh karena itu, kedatangan kami aktivis ALARM adalah untuk meminta pertanggungjawaban atas penyalahgunaan wewenang tersebut yang dilakukan oleh Kades Padangdangan dan Dinas sosial,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial (Kabid Linjamsos), Erwien Hendra menyampaikan bahwa pertama penerima Program BLT DBHCHT ini berjumlah 3.150 orang dengan anggaran sebesar Rp 2,9 miliar untuk 26 (Duapuluh Enam) desa dengan anggaran per-orang sebesar Rp.900.000
Terkait penolakan itu terjadi karena pada saat kami (red. TIM Dinsos) bertemu dengan pihak pemerintah desa, pihak desa atau kepala desa menyampaikan bahwa penerima di Desa Padangdangan ini tidak sesuai dengan usulan yang di ajukan oleh pihak Pemdes Padangdangan dan dinilai tidak tepat sasaran oleh Kepala Desa.
“Kalau kemudian pihaknya tidak mengikuti perintah dari kepala desa, lalu bagaimana nanti ketika proses penyaluran, ada penerima yang tidak bisa hadir? Maka harus ada surat kuasa yang ditandatangani oleh kepala desa mas, “kata Erwien Hendra saat menanggapi pertanyaan Aktivis ALARM.
Apalagi hal tersebut juga terjadi ditahun sebelumnya di salah satu desa, karena penerima bukan dari usulan kepala desa maka kepala desa Haris juga menyampaikan bahwa penerima tersebut bukan usulan dari pihak desa dan menolaknya juga.
“Artinya apa, penolakan yang sekarang ini juga terjadi di desa Padangdangan karena faktor bukan usulan Pemdes dan atau kepala desa sehingga hal tersebut dilakukan penolakan,” jelasnya. (REDJAVA****)