ASTA PANAONGAN – PASONGSONGAN SUMENEP

  • Whatsapp
Suasana Saat Budayawan Sumenep Tadjul Arifin R Memantau Asta Panaongan di Kecamatan Pasongsongan Sumenep
banner 468x60

JAVANETWORK.CO.ID.SUMENEP – (Seri Wisata Religi) Makam/kuburan atau Asta Panaongan bagi ahli sejarah memang aneh. Karena ada kuburan Islam abad ke XIII di Sumenep, di era pasca pemerintahan Arya Wiraraja, yang hampir sama dengan usia makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik, yang berangka tahun 1082 m atau era Prabu Airlangga.

Kalau melihat kaligrafi Arab tentang keberadaan tahun yg telah diteliti oleh Badan Arkeologi Islam Jakarta (22 April 2000), maka dapat dipertanggung jawabkan bahwa angka yang tertera pada batu nisannya betul.

Bacaan Lainnya

banner 468x60

Setelah saya kaji pada literatur yg antara lain :
~ Sejarah Islam – A Latief Osman (1950)
~ Sekitar Walisongo – Sholihin Salam (1960)
~ Sejarah Kebangkitan Islam – Saifuddin Zuhri (1981)
~ Sejarah & Kebudayaan Islam – Prof DR A Salaby
~ Muslim di tengah Pergumulan – KH Abdurrahman Wahid (1981)
~ Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (1985)
~ Arkeologi Islam Nusantara – Uka Tjandrasasmita (2009)
~ Islam di Asia Tengah – Muh Abd Azhim Abu An-Nashr (2009)
~ Islam dalam arus Sejarah Indonesia – Jajat Burhanuddin (2017)
~ Sejarah Kebudayaan Islam di Asia Tenggara – DR H Saifullah, SA. MA (2010)
~ Keturunan Nabi Muhammad SAW – Idrus Alwi al-Mansyur (2010)
~ Orang Arab di Nusantara – LWC van den Berg (2010)
~ Atlas Walisongo – Prof Dr KH Agus Sunyoto (2008) yg saya miliki.

Maka dapat kesimpulan bahwa, orang Arab waktu sejak sekitar sesudah masa Rasulullah SAW banyak yang merantau keliling Asia tenggara termasuk pergi ke Nusantara untuk berdagang.

Jadi route pelayaran yakni masuk ke Perlak (Sumatera) pantai utara pulau Jawa lalu ke Gresik terus menyebrang ke Makassar. Sampai laut Jawa, di Perairan Masalembu kena badai hingga mendarat di Panaongan Pasongsongan Kabupaten Sumenep.

Dengan artian Panaongan dari ombâ’ (cerita tutur). Disana mereka menetap sementara yang kemudian melanjutkan perjalanannya kearah timur.

Dalam mukimnya tersebut di sekitar abad ke XIII, maka ada keluarga yg meninggal dan dikuburkan disitu, Yakni Syekh Abu Zukri (1281), Syekh Al Arief Abu Said (1292) dan Kyai Ruwiyah (1328).

Setelah periode kedua sekitar abad ke XIX datang lagi orang Arab kesana untuk ziarah pada leluhurnya, dan terus bermukim untuk menyebarkan agama Islam dengan mendirikan pedukuhan semacam pesantren.

Terbukti dengan adanya kuburan lanjutan yakni : Nyi Ummu Nanti (1828 m) dan Sarmi (1847 m), dan yang lain tidak ada angka tahunnya. Dan keduanya pakai nama lokal, berarti orang Arab pendatang tersebut kawin dengan orang lokal.

Di suatu waktu di sekitar Panaongan atau Pasongsongan dilanda pagebluk pandemi penyakit menular (penyakit Ta’oun) maka semuanya mengungsi keluar desa. Menurut cerita tutur mereka mengungsi ke Tambaagung Ambunten yang kampungnya diberi nama Po’-tompo’, Karena para pengungsi atompo’ di kampung tersebut.

Dan selanjutnya mendirikan pedukuhan (pesantren) disana sampai pada keturunannya. (Wallahu a’lam bissawab)
Sejarah detail tulisan pribadi, ada pada penulis.

Penulis :
Tadjul Arifien R Budayawan Sumenep, Senin (05/08/2024). (REDJAVA****)

banner 468x60

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan